TERJEMAHAN
MENU TANBAHAN
- Prota
- Promes
- B S E
- Materi Pelajaran
- Soal Latihan
- Artikel
- KBBI
- Soal Online
- Blog
- Daftar Anggota
LINK EDUKASI
ARSIP BLOG
PENGIKUT
Pengunjung
Diberdayakan oleh Blogger.
Sabtu, 05 Desember 2015
8:53:00 PM |
Diposting oleh
mgmpbin@blogspot.com
Cerpen :
Baca selengkapnya
ANTARA JODOH DAN DIJODOHKAN
Karya : Jauhilmeyah dan St Maimunah
Liburan panjang telah
tiba . Alfin yang sudah sejak lama menanti liburan panjang kini sudah lega
hatinya. Dia sudah merasa terbebas dari beban tetek bengek yang berkaitan
dengan tugas-tugas sekolah. Kesempatan yang baik ini dia berencana untuk
berlibur ke rumah kakeknya yang berada di pedesaan. Dia sudah merasakan
kejenuhan di kota. Sehari-hari dia
bergelut dengan suasana kota yang semakin lama semakin bising. Maklum, sekolah dia juga di kota, tepatnya di
SMA Negeri 6 Surabaya. Padahal
orangtuanya juga berasal dari desa. Namun dia dilahirkan dan dibesarkan di
kota. Hanya sesekali dia berkunjung ke
desa. Itupun kalau tidak diajak
orangtuanya berlibur ke ibu kota, ke saudara ayahnya di Jakarta.
Setelah menyiapkan
barang-barang yang dibutuhkan dia pun berangkat dengan menggunakan sepeda
motornya. Perjalanan menuju rumah kakeknya membutuhksn waktu kurang lebih tiga
jam atau sekitar 165 km.
Beberapa lama kemudian
akhirnya dia sampai ke rumah kakeknya. Semua keluarga di rumah kakeknya
menyambutnya dengan senang hati.
“Kamu hanya sendirian
?” tanya sang kakek dengan nada senang.
“Ya, Kek. Ayah dan ibu masih sibuk,” jawab Alfin.
“Bagaimana kabar di
rumahmu?” lanjut kakeknya,
“Baik-baik, Kek. Oh ya
ada salam dari ibu, ini dari ibu,” kata
Alfin sambil memberikan sebuah amplop dan menyalami semua yang ada di situ.
“Oh ya, terima kasih,”
kata kakeknya.
Sebagai seorang anak
kota , Alfin merasa bahwa dirinya tampak gaul, keren, dan lebih pintar
dibandingkan dengan anak-anak di desa lainnya. Di desa tempat kakeknya tinggal
ia ditemani oleh adik sepupunya yang bernama Sofyan. Sofyan sangat senang
apabila Alfin datang berlibur di desa itu.
Umur Sofyan hampir sebaya dengan Alfin. Tapi Sofyan dilahirkan dan
dibesarkan di desa. Sekolahnya pun mulai SD di desa.
Karena dia ingin
menikmati indahnya pemandangan yang ada
di desa itu, akhirnya dia mengajak Sofyan untuk menemaninya berkeliling desa. Merekapun
berangkat dengan mengendarai sepeda motornya.
Di tengah perjalanan ,
Alfin mau menambah bensin sepeda motornya.
Dia berhenti di sebuah toko kecil
yang juga berjualan bensin eceran. Saat itu tatapan matanya terpanah pada
seorang gadis yang berjilbab putih. Kebetulan
gadis itu sedang beli-beli di toko itu.
Alfin langsung terpikat hatinya ketika menatap gadis itu. Sebenarnya
gadis itu biasa-biasa saja. Tidak ada
yang istimewa. Hanya dia memakai kerudung putih. Maklum, gadis itu masih tergolong anak yang
taat beragama. Orangtuanya juga terkenal alim di desa itu. Remaja cowok di desa itu tidak ada yang berani
mendekat dengan gadis itu. Mereka sungkan dengan kealiman orangtuanya.
Sebenarnya banyak anak
kota yang mungkin wajahnya lebih cantik dari gadis ini. Termasuk teman sekelas Alfin banyak yang
cantik. Namun mengapa dari deretan gadis yang dia kenal di kota tak seorang pun
yang memikat hatinya. Dia menganggapnya hanya sebagai teman biasa. Tidak ada
yang sempat meluluhkan hatinya.
“Sof ,” kata Alfin pada
Sofyan dengan suara pelan hampir tak kedengaran. Matanya masih belum teralih
memandangi gadis manis itu.
“Siapa anak itu?”
lanjutnya sambil menunjuk ke arah anak gadis itu.
“Oh… Dia itu Aisyah putri pak Haji
Jarwo,” jelas Sofyan.
“Di mana rumahnya?”
tanya Alfin semakin penasaran.
“Tidak jauh dari desa
ini,” jawab Sofyan. “Dia memang dikenal
gadis yang cantik di sini. Banyak anak
yang naksir, tapi mereka tidak berani mendekatinya.”
“Kenapa?” tanya Alfin
semakin menambah rasa penasaranya.
Alfin yang penasaran langsung menghampirinya .
“Maaf, Adik beli apa ?” sapa Alfin memberanikan diri.
Gadis itu hanya menoleh malu.
Sepertinya ada yang janggal pada hati gadis itu. Sebab seingatnya belum ada cowok yang pernah memanggil adik pada dirinya. Lama
Aisyah tidak merespon pertanyaan Alfin. Dia masih menghitung uang kembalian yang
diterimanya.
“Beli apa, Nun ?” tanya
Alfin dengan mengubah sapaan adik menjadi nun.
“Garam,” jawab Aisyah
dengan suara khasnya rada malu. Lalu Aisyah pergi meninggalkan tempat itu.
Alfin semakin penasaran, ingin hatinya bertanya lebih banyak. Ingin rasanya dia
mengenal lebih dalam. Namun Aisyah
sepertinya bukan seorang gadis yang seperti diharapkan Alfin. Apa lagi menurut cerita sofyan Aisyah
memang sulit didekati.
“Aisyah itu bukan
wanita sembarangan, orangnya memang galak tapi sebenarrnya dia baik dan cantik.
Dia itu tidak suka dengan pria yang tanpa berkenalan langsung
berbasa-basi.”
“Tapi aku kan hanya
menyapa, apa salahnya?” jelas Alfin.
Alfin merasa heran karena biasanya di Surabaya semua gadis yang
melihatnya langsung merasa tertarik, tapi kenapa wanita yang ia temui tadi
tidak bisa ia rayu. Alfin memang memiliki wajah yang tampan, tinggi semampai.
Jadi tidak heran apabila hampir semua wanita yang melihatnya, pasti mengaguminya.
Lalu Alfin meneruskan
perjalannya. Dia berusaha melupakan apa
yang telah dialaminya tadi. Dia juga berusaha melupakan wajah Aisyah yang
sempat menyihir hatinya. Namun di perjalanan dia selalu digoda oleh bayangan
wajah ayu Aisyah. Angannya melamun tidak karuan. Sempat sepeda motornya hampir
nyrempet orang yang mengendarai sepeda kecil. Untung saja Sofyan melihatnya.
“Awas …….., sepeda,”
ingat Sofyan spontan.
“Aduh, ya,” kata Alfin
sembari menginjak rem sepeda motornya.
Setelah beberapa lama
kemudian mereka pulang , Alfin dan Sofyan pun menuju rumah kakeknya.
Keesokan harinya Alfin
berniat untuk menghirup udara segar sekalian berolahraga . Tidak disangka-sangka
di perempatan jalan mereka bertemu untuk yang kedua kalinya , dan tampak ada
yang berbeda dari penampilan Aisyah dari yang biasanya dan Alfin pun semakin
menyukai Aisyah. Tanpa ragu ia pun
langsung menghampirinya.
“Assalamualaikum, kamu Aisyah, kan ?”tanya Alfin.
“Waalaikumsalam, ya betul kamu siapa ? ”jawab Aisyah .
“Namaku Alfin, maaf
kemarin belum sempat berkenalan , oh ya,
kamu mau ke mana?”tanya Alfin.
“Mau pulang, saya dari
acara yang diadakan kampung sebelah, saya pergi dulu ya, Assalamualaikum”ujar
Aisyah.
”Waalaikumsalam” jawab
Alfin setengah kecewa.
Aisyah pun pergi
meninggalkannya dengan senyum manis dibibirnya dan Alfin membalasnya dengan
senyuman juga. Entah kenapa dia selalu teringat Aisyah begitu juga dengan
Aisyah. Dia sudah mulai memikirkan Alfin. Tapi cepat-cepat ia menghilangkan perasaannya itu karena dia
sudah rencana dijodohkan dengan anak teman abi-nya yang ada di kota. Maklumlah karena dia adalah seorang
anak yang selalu menurut apa kata orangtuanya. Dia tidak pernah membantah atau
menolak apa yang menjadi kehendak ortunya. Di dalam hati Aisyah terjadi dilema
, entah siapa yang harus ia pilih , dijodohkan dengan orangtuanya atau memimlih
Alfin yang sudah mulai ia sukai.
Sementara itu, Alfin
sudah sejak pandangan pertama tertarik
pada Aisyah. Tapi dia malu untuk mengungkapkan perasannya. Dia itu merasa
di kota dengan di desa tidak sama. Adat di kota dengan di desa sangat berbeda jauh,
karena adat desa itu sangat ketat. Di desa jarang ada anak yang berdua-duaan apalagi
berpacaran. Ahkhirnya Alfin merasa takut untuk mengungkapkan perasaannya karena
takut ditolak oleh Aisyah.
Beberapa hari kemudian
Alfin memberanikan diri, berencana untuk menemui Aisyah di masjid tempat ia
belajar mengaji. Sesampainya di masjid , dia langsung menghampiri Aisyah yang
sedang mengaji .
“Assalamualaikum , maaf
mengganggu sebentar,”sapa Alfin.
“Waalaikumsalam , ya da
perlu apa, ya?”tanya Aisyah.
“Aku hanya ingin mengungkapkan perasaan yang
sekarang aku rasakan , aku hanya ingin kamu tahu,” tegas Alfin.
“Perasaan apa?” tanya
Aisyah penasaran. Karena baru pertama kali ini ada seorang cowok yang berani
mendekati dirinya. Bahkan bukan hanya mendekati, dia pun mau mengutarakan isi hatinya.
“Sebenarnya aku menyukaimu
sejak pertama kita bertemu. Aku selalu
memikirkkanmu . Aku gak bisa nahan perasaan ini lagi,”ujar Alfin.
“A….. apakah kamu yakin
itu? aku hanya seorang gadis desa, sedangkan kamu itu anak kota
, pasti banyak gadis kota
yang lebih cantik dari aku,” kata Aisyah mengelak.
“Aku tahu itu,
meskipun banyak gadis kota yang begitu cantik, namun aku tetap
menyukaimu,” jelas Alfin.
”Sebenarnya aku juga
menyukaimu, namun aku sudah terlanjur akan dijodohkan dengan anak teman baik
abi-ku,” jawab Aisyah dingin.
“Aku sebelumnya
sebelumnya sudah mengira kalau kamu
punya tunangan. Sebab rata-rata anak desa kan banyak yang dijodohkan
orangtuanya,” kata Alfin sok tahu.
“Ya, tidak semua,“ elak
Aisyah.
“Maaf, ya kalau
kehadiranku hanya melukai hatimu. Sekali lagi maafkan semua kelancanganku. Besok
aku harus kembali ke kota,” ujar Alfin
dengan nada cemas campur hampa.
“Benarkah itu? Kalau begitu aku hanya bisa mengucapkan
terima kasih karena kamu sudah mengungkapkan perasaanmu padaku,” seru Aisyah
sambil meneteskan air mata.
“Cinta memang tak harus
memiliki, kalau kita memang berjodoh, pasti kita akan dipertemukan di waktu
yang tidak di sangka-sangka. Biarlah masjid ini menjadi saksi cinta kita berdua,”
ujar Alfin dengan nada serak setengah menangis.
“Kalo begitu aku pulang
dulu, karena aku harus bersiap-siap,” ujarnya lagi.
”Assalamuaalaikum,”pamit
Alfin.
“Waalaikumsalam.”
Untung saja di masjid
itu guru ngaji Aisyah sedang ada keperluan, tidak ada ngaji. Jadi Aisyah bisa
puas bicara dengan Alfin. Hampir satu jam mereka bertemu di masjid itu.
Aisyah pun tidak dapat menahan air matanya karena tidak bisa bertemu
lagi dengan Alfin. Aisyah pun langsung pulang meninggalkan kenangan yang manis.
Namun akhirnya begitu pahit ia rasakan.
Setibanya dirumah ,
Aisyah langsung masuk ke kamarnya dengan wajah yang murung. Uminya merasakan
ada yang lain dengan anaknya. Lalu ia menghampirinya. Ia menanyakan apa yang dirasakan anaknya. Seraya ia melanjutkan permintaannya yang pernah
diutarakan beberapa saat yang lalu.
“Nak mau tidak mau kamu
harus mau dijodohkan dengan anak teman abimu itu,” pinta uminya.
”Tapi umi, Aisyah tidak
mau dijodohkan dengan orang yang tidak Aisyah kenal,” jawab Aisyah setengah
mengelak.
“Sudahllah Aisyah umi
dan abi-mu sudah terlanjur berjanji kepada nenekmu, kalau kita punya anak
perempuan. Kami harus menjodohkannya dengan cucu kakak sepupu nenekmu. Umi
harap kamu bisa menerima penjodohan ini. kami berencana untuk mempertemukan
kalian nanti,” uminya menjelaskan.
Dengan berat hati
Aisyah menerima permintaan itu.
Sebenarnya Aisyah sejak kecil tidak pernah membantah apa yang menjadi
kemauan oraangtuanya. Tapi entah mengapa
kali ini ia sedikit menolak permintaan uminya, meskipun akhirnya ia terima
dengan terpaksa.
Matahari sudah mulai
menepi. Tak lama lagi azan magrib akan terdengar. Burung- burung sudah mulai
kembali ke sarangnya. Pertanda sebentar lagi malam akan tiba. Sementara itu
Alfin baru saja tiba di rumah kakeknya.
“Alfin sudah pulang?” sapa kakek yang sejak tadi
sebenarnya sudah menunggunya.
“Ya,
Kek. sudah capek muter-muter keliling desa ini,” jawab Alfin sedikit berbohong.
“Bagaimana, sudah
puas?” lanjut kakek.
“Sudah, Kek,” jawab
Alfin sambil tertawa kecil dalam hatinya.
“Silakan duduk, kakek
ada perlu!” pinta kakek dengan suara yang sudah kentara bahwa umurnya sudah
lanjut.
“Ya, Kek,” jawab Alfin
penuh penasaran.
“Begini, ada hal
penting yang ingin kakek sampaikan kepada kamu, Alfin.”
“Hal penting apa, Kakek
?” tanya Alfin penasaran.
“Begini, orangtuanu berencana menjodohkanmu dengan
anak teman baik ayahmu. Dulu waktu ayahmu kecil, berteman baik dengan orang
itu. Sekarang teman ayahmu itu mempunyai seorang anak gadis,” pinta kakek.
“Tapi saya tidak mau dijodoh –jodohkan , Kek!”
sela Alfin memotong pembicaraan kakeknya dengan suara setengah kesal.
“Sebentar, dengar
dulu!” kata kakek berusaha meredakan emosi Alfin.
“Pokoknya Alfin tidak
mau dijodoh-jodohkan, titik,” kata Alfin
sambil tangannya memukul meja.
“Alfin kan sudah besar,
Kek. Alfin tidak mau dijodoh-jodohkan
seperti kebanyakan anak di desa. Biarkan Alfin akan memilih pilihan Alfin sendiri,
tanpa dijodohkan oleh siapa pun,” lanjut Alfin dengan suara rada keras.
Alfin sepertinya tetap
pada pendiriannya, ia tidak mau dijodoh-jodohkan. Alfin sama sekali tidak ingin menjadi korban
sebagaimana anak orang desa yang menjodohkan anaknya menurut kemauan
orangtuanya. Alfin memiliki pendirian bahwa masalah jodoh itu tergantung
pada yang bersangkutan. Bukan dipaksa-paksakan.
Keesokannya
Alfin berangkat pulang, dia berpamitan kepada Sofyan dan kakenya. Ia
meninggalkan kampung halaman tempat
ayahnya dilahirkan. Setiba dirumahnya, Alfin langsung masuk ke dalam kamarnya.
“Alfin, jam berapa kamu datang,” sapa ibunya yang
baru datang dari kantornya.
“Sekitar pukul 10.00,
Ma,” jawab Alfin yang kelihatan masih lesu.
Kemudian ibunya
menbawakan segelas air putih.
“Ini minum dulu, kamu
terlalu payah dalam perjalanan,” kata mamanya.
“Bagaimana kabar
keluarga di Madura?” lanjut mamanya.
“Baik-baik, Ma,” jawab
Alfin singkat. Dia tidak mau menceritakan hal yang diminta oleh kakeknya. Alfin tidak ingin hubungan keluarga yang
sudah lama terjalin baik, retak
hanya karena masalah sepele itu. “Biar
masalah ini akan aku simpan sendiri,” bisiknya dalam hati. Alfin menarik nafas
dalam-dalam. Seakan ada sesuatu yang berat di hatinya.
Suasana hening. Alfin
tak banyak bercerita. Mamanya juga memaklumi, mungkin anaknya masih dalam
keadaan payah. Namun mamanya ingin segera menyampaikan apa yang kemarin
disampaikan lewat telepon oleh kakekknya.
“Nak , mama ditelepon
kakekmu kemarin?” kata mamanya menghapus
keheningan.
”Ada apa, Ma?” tanya Alfin penasaran.
.”Fin nanti malem kita akan kerumah teman ayahmu”.Ujar ibunya, Alfin gak
mau bu!!!”. Jawab Alfin.”pokoknya kamu hharus mau!!!”.Tegas ibunya .”Terserah
ibulah!!!”.Jawab Alfin.
Malam pun tiba Alfin
sudahh siap.”Fin kamu sudah siap?”.Tanya ayahnya. “Iya pa”. Jawab Alfin.Kalo
begitu ayo berangakat , nanti takut terlambat”.Di tenagh perjalanan Alfin pun
merasa heran,karna dia melewati jalan yang sama waktu berlibur kerumah kakeknya
di desa.
Sementara itu , Aisyah
jadi bingung apa yang ia lakukan.Dia pun berfikir andai saja pria yang akan
dijodohkan dengannya adalah Alfin pasti dia akan menerima perjodohan dengan
senang hati.Tidak lama kemudia tamuyang di tunggu dating akhirnya diapun
langsuns keluar dari kamarnya untukmenyambut kedatangan mereka.Setelah
mmembukakan pintu dia begitu terkejut ketika pria yang ada didepannya itu
adalah Alfin.Begitu juga dengan Alfin,dia tidak menyangka bahwa wanita yang
akan dijodohkan dengannya ialah orang yang dicintainya hatinyapun senang
bercampur kaget.Kemudian Aisah mempersilahkan mereka duduk .Setelah itu abi Aisyah
berkata.” Begini ,Aisyah tidak menyetujui perjodohan ini”. Kata abi-nya.”Nggak kata siapa ,
Aisyah mau dijodohin,” tegas Aisyah. ”Iya yah Alfin juga setuju” lanjut Alfin.”Kok kalian kompak , apa
kalian sudah sling kenal ,bener Alfin?” Tanya abi Aisyah.”Ya, kami kenal waktu Alfin berlibur ke rumah kakek”.Jawab Alfin.merekapun tertawa
bersama mendengar cerita daari keduanya.Akhirnya mereka dapat dipersatukan atas
kehendak tuhan karena , ketika tuhan berkehendak tidak satupun manusia ddapat
mengubahnya.
KARYA : 1. JAU HELMIYA
2. SITI NUR MAIMUNAH
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar